Sosialisasi kental manis bukan gizi guna antisipasi persoalan gizi sejak dini di Unimus. |
Semarang-Persoalan pemberian kental manis pada balita, menjadi konsen Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah dan Unimus untuk menyiapkan kader dalam menghadapi persoalan gizi balita.
Maraknya pemberian pangan mengandung gula tinggi seperti kental manis pada balita, menjadi persoalan yang serius.
Sebab, kebiasaan konsumsi yang salah jelas mengancam kualitas sumber daya manusia di masa depan.
Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Jateng Yuni Rahayuningtyas mengatakan dalam menghadapi persoalan tersebut, pihaknya menggelar kegiatan orientasi kader dan sosialisasi tentang pemenuhan gizi dan peruntukan kental manis. Hal itu dikatakan di sela kegiatan sosialisasi di Unimus, Rabu (15/11).
Yuni menjelaskan, kegiatan orientasi dan sosialisasi kader membahas bahwa kental manis bukan susu dan harus diwaspadai di tengah maraknya kasus stunting.
Persoalan kesehatan yang terjadi saat ini, banyak terjadi karena pola asuh yang salah dari orang tua karena kurangnya pengetahuan gizi. Salah satu contoh adalah pemberian kental manis pada balita sebagai minuman susu.
Menurut Yuni, kandungan gizi kental manis tidak sama dengan susu.
"Persoalan kesehatan lebih banyak timbul karena pola asuh yang salah dan pengetahuan orang tua yang kurang. Salah satunya adalah pemberian kental manis pada balita sebagai minuman susu," kata Yuni.
Lebih lanjut Yuni menjelaskan, kental manis kandungan gulanya sangat tinggi dan tidak sama dengan susu.
Oleh karena itu, tidak boleh dikonsumsi balita dan hanya boleh dikonsumsi sebagai topping makanan bagi orang dewasa.
Ahli gizi dari Unimus Purwanti Susanti menambahkan, meski kental manis ada kandungan susu tetapi tidak memenuhi kecukupan gizi (AKG).
Kandungan susu pada kental manis dikeringkan, hingga kandungan susunya hilang.
Menurut Purwanti, setelah kering maka kental manis ditambah gula dengan porsi sangat banyak sehingga membuat kandungan gulanya menjadi tinggi.
"Kental manis ini memang bahan dasarnya susu, namun sudah lewat proses pengeringan sehingga nilai gizi dalam susunya hilang. Parahnya, kental manis ditambah gula dengan porsi yang banyak dan jadinya kandungan gulanya juga jadi tinggi," jelas Purwanti.
Sementara Koordinator Divisi Pemberdayaan Masyarakat Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Ekorini Listiowati menyatakan bahwa kader-kader Aisyiyah harus siap untuk ikut andil dengan turun tangan langsung dari tingkat pusat hingga ranting dalam pengentasan masalah stunting.
Terutama, untuk edukasi kental manis bukan susu di masyarakat.
"Kader-kader Aisyiyah ini kan tersebar dari pusat hingga ranting ya, jadi kita harus siap untuk menjadi agent of change dalam pengentasan stunting dan edukasi kental manis bukan susu ini," ucap Ekorini. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar