Semarang-Wakil Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah Hadi Santoso mengatakan pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol Semarang-Demak sepanjang 27 kilometer, yang menyisakan persoalan akibat banyak warga belum sepakat dengan nilai ganti untung perlu dilakukan upaya persuasif.
Hadi menjelaskan, jalan tol Semarang-Demak merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dari pemerintah pusat dan menjadi kelanjutan dari pembangunan jalan tol Trans Jawa.
Menurutnya, sebenarnya pola hitungan dasar dari nilai ganti untung itu sudah disesuaikan dengan apprasial yang dilakukan tim pembebasan lahan. Problem ini muncul, karena adanya lahan yang terendam kemudian menjadi lautan.
Hadi menyebut, sudah ada legal opinion dari pihak-pihak tertentu semisal kejaksaan dan lainnya yang memberi banyak catatan ketika tanah terendam tetap ada pembebasan tanah. Sehingga, tim apprasial pembebasan lahan perlu melakukan langkah pendekatan persuasif kepada para pemilik lahan.
"Saya sih berharap, tim pembebasan lahan proaktif. Apalagi, kami sudah koordinasi dengan Kementerian PUPR bahwa ini satu-satunya yang akan menggunakan sistem bayar langsung tidak menggunakan sistem transfer dan ditangani Kementerian PUPR. Artinya, sebenarnya yang jadi masalah hanya kesepakatan dengan pihak-pihak pemilik tanah. Langkah ini sebenarnya langkah yang biasa, di dalam perspektif pembebasan tanah pembangunan. Yang diperlukan adalah langkah-langkah persuasif dari tim apprasial pembebasan tanah ini," kata Hadi, Rabu (26/2).
Sebelumnya, Kepala Desa Sidogemah Khanafi menyatakan jika pihaknya sudah menyampaikan aspirasi warganya terkait dengan proses ganti untung yang dipermasalahkan.
Khanafi menjelaskan, setiap lahan tanah yang terkena proyek jalan tol mendapat ganti untung antara Rp1,5 juta hingga Rp2 juta per meter persegi. Informasi yang diterima, pemerintah menyediakan anggaran Rp300 miliar untuk membayar lahan milik warga yang lahannya terkena proyek jalan tol.
"Di Desa Sidogemah itu ada 514 bidang lahan, yang terkena proyek jalan tol. Tapi, yang sudah dibebaskan dan dibayarkan, ada 135 bidang lahan. Kontraktor hanya merobohkan rumah atau bangunan, yang memang sudah dibayarkan ganti untungnya. Tapi, dari bangunan yang dirobohkan itu menimbulkan persoalan baru bagi warga lainnya. Terutama debu dan batu-batu sisa bangunan, menutup saluran air," ujar Khanafi. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar