Semarang-Komisioner Bawaslu Jawa Tengah Rofiuddin mengatakan wacana dari Mendagri Tito Karnavian yang menginginkan pilkada langsung dikembalikan ke DPRD, merupakan polemik lama dan kembali dimunculkan.
Menurutnya, sistem pemilihan langsung maupun tidak langsung sebenarnya sudah diketahui plus dan minusnya. Termasuk dampak negatif dan positifnya, dari sistem pemilihan langsung atau tidak langsung.
Rofi menjelaskan, ada banyak pihaknya yang menyebutkan jika pilkada langsung menciptakan sistem berbiaya cukup mahal. Namun, Bawaslu juga tidak bisa menjamin jika sistem pemilihan tidak langsung tidak berbiaya tinggi.
"Bagi kami, sebenarnya sistem apapun yang diterapkan tidak ada masalah. Tetapi, kalau dari sisi kami dalam konteks untuk pengembangan demokrasi secara langsung ya pilihan terbaik adalah sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Karena, di situlah kemudian masyarakat bisa melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan di daerah setempat. Selain itu, kedaulatan masyarakat benar-benar bisa direalisasikan karena one man one vote," kata Rofi, Selasa (12/11).
Oleh karena itu, jelas Rofi, Bawaslu sebagai salah satu penyelenggara pemilu dan memiliki kewenangan pengawasan akan terus mengawal sistem pilkada langsung. Terutama, untuk mencegah praktik politik uang yang imbasnya membuat pilkada langsung itu berbiaya tinggi.
Terpisah, Wakil Ketua DPW PPP Jateng Abdul Aziz menyatakan sistem pilkada langsung yang saat ini berjalan mengandung biaya cukup besar.
Dirinya mengambil contoh Pilgub Jateng 2018 kemarin, anggarannya hampir Rp800 miliar. Apabila disederhanakan dan dipilih DPRD, bisa jadi anggaran pelaksanaannya tidak sampai menghabiskan Rp1 miliar.
Menurut Aziz, dengan penyederhanaan sistem pemilihan menjadi tidak langsung akan menghemat anggaran dan bisa dialokasikan kepada program kemasyarakatan. Misalnya, program penanganan kemiskinan.
"Memang pelaksanaan pilkada langsung itu, kan sudah berjalan cukup lama. Ada 20 tahun, atau sudah empat kali pemilukada. Dan selama proses, pelaksanaan pilkada yang dilakukan secara langsung telah memunculkan ekses-ekses. Dampak negatif dan positif. Akan tetapi, dampak negatifnya itu cenderung dinilai lebih besar dibanding dampak positifnya," kata Aziz, Selasa (12/11).
Aziz lebih lanjut menjelaskan, biaya yang dikeluarkan untuk pilkada langsung sangat besar. Sehingga, memang kemudian muncul evaluasi sistem politik pemilihan kepala daerah kembali ke sistem pemilihan representatif atau DPRD. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar