Ketua Bawaslu RI Abhan mengaku telah melaporkan ratusan akun yang menyebarkan kontrn hoax selama Pemilu 2019 ke Kominfo. |
Semarang-Majunya teknologi komunikasi sekarang ini, membuat semua informasi mudah diterima masyarakat di seluruh dunia. Kemajuan teknologi salah satunya media sosial, turut menjadi penyumbang penyebaran informasi dan di antaranya adalah informasi bohong atau hoax.
Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan media sosial sekarang ini, ibarat pedang bermata dua yang memiliki dua sisi positif dan negatif. Jika dimanfaatkan secara benar, maka akan memberikan nilai positif. Namun, jika dipakai untuk hal negatif akan menimbulkan kerugikan bagi sejumlah pihak.
Menurutnya, media sosial sebenarnya sangat efektif di dalam memengaruhi massa. Baik itu hal positif maupun negatif.
Abhan menjelaskan, data dari Mafindo sejak 2015-2018, tren penyebaran hoax lewat media sosial terus meningkat. Hingga semester dua 2018 saja, setidaknya ada 997 konten berisi hoax dan juga ujaran kebencian. Media sosial yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan konten hoax adalah Facebook, yang mencapai 47,3 persen.
"Maka kami melakukan upaya take down untuk bisa meredam. Total ada 127 akun media sosial yang sudah kami laporkan ke Kominfo dan platfom yang ada di Indonesia. Tentu, kami ada pengawasan bersama dengan Kominfo. Kan Kominfo punya sistem yang bisa memetakan akun-akun disinformasi dan bersifat hoax. Dari Kominfo kemudian diberikan ke kami, apakah masuk kategori pidana pemilu atau tidak," kata Abhan saat menjadi pembicara di seminar nasional "Penegakan Hukum Terhadap Penyebar Berita Hoax Menghadapi Pemilihan Umum 2019" di Wisma Perdamaian, Sabtu (30/3).
Lebih lanjut Abhan menjelaskan, pihaknya bersama Kominfo akan terus berusaha meredam penyebaran hoax lewat media sosial.
Kasubdit Cyber Bareskrim Polri Kombes Pol Dani Kustoni menambahkan, penyebaran hoax menjelang pemilu mengadopsi teknik propaganda dari Rusia. Yakni firehouse of flasehood, atau menyebarkan berita secara bertubi-tubi dengan frekuensi cukup besar.
"Kami melihat ada informasi yang disebar dengan frekuensi besar. Setiap detik ada informasi yang disebar terus menerus," ujar Dani.
Dani menjelaskan, kepolisian hanya berjaga-jaga mengenai konten hoax yang berpotensi menimbulkan konflik. Yaitu, informasi yang dinilai kerawanan konflik cukup tinggi dan ujaran kebencian menyerang pribadi peserta pemilu. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar