Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip Hanifa Maher memberi- kan pengantar dalam diskusi mencegah stunting, Selasa (13/2). |
Semarang-Indonesia tercatat memiliki sembilan juta anak yang memiliki perlambatan pertumbuhan atau stunting, karena kekurangan gizi kronis. Sehingga, kondisi tersebut menempatkan Indonesia beada di peringkat kelima di dunia, negara yang mengalami kekurangan gizi. Hal itu dikatakan pakar gizi nasional Fasli Jalal, saat menjadi pembicara dalam seminar kesehatan dengan tema "Mencegah Stunting, Meningkatkan Daya Saing Bangsa" di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, Selasa (13/2).
Menurut Fasli yang juga sebagai Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia, stunting berpotensi mengancam generasi mendatang.
Oleh karena itu, jelas Fasli, Indonesia menempatkan kasus stunting dalam tugas utama Sustainable Development Goals (SDGs). Sebab, Indonesia masuk kategori negara paling rawan terhadap kasus kekurangan gizi bersama dengan negara di kawasan Afrika lainnya.
"Pada 2030 semua negara di dunia wajib menyelesaikan semua anak yang stunting itu harus dipenuhi kebutuhannya. Capaiannya, mengakhiri kelaparan dan ketahanan pangan melalui perbaikan gizi dengan didukung promosi pertanian berkelanjutan," kata Fasli.
Sementara, Direktur Utama PT Phapros Barokah Sri Utami menambahkan, pihaknya turut andil untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Salah satunya dengan menyuplai tablet tambah darah (TTD).
"Persoalan-persoalan stunting ini juga menjadi persoalan kami. Karena, kalau stunting tidak bisa dikurangi nanti di 2030 di mana kita ada ledakan demografi, penduduknya itu gak bisa mengikuti zaman," ujarnya.
Lebih lanjut Emmy, panggilan akrabnya, pihaknya juga memiliki program tanggung jawab sosial yang mendukung program pemerintah. Salah satunya mendirikan posyandu dan sosialisasi tentang bahaya stunting, terutama bagi remaja putri di Kota Semarang. (K-08)
0 komentar:
Posting Komentar